• Rabu, 18 September 2013

    SmartRod: Alat Pancing dilengkapi Teknologi Tercanggih



          Di era digital dan serba canggih ini segala benda sudah disulap dengan teknologi mumpuni, termasuk diantaranya adalah alat pancing. Sebuah alat pancing baru bernama SmartRod telah diperkenalkan kepada khalayak ramai di sebuah situs Indiegogo.com. Lalu seberapa canggih kah alat pancing ini? Dan benarkah sangat efektif dalam menangkap ikan? Tentu saja, dengan SmartRod Anda dapat memancing dengan mudah dan pastinya hasil tangkapannya relatif banyak sesuai dengan habitat ikan . Dengan alat pancing pintar ini bernama penggunanya hanya perlu cukup duduk diam di pinggir kolam atau sungai dan menunggu alarm khusus pada SmartRod yang dipasang dibagian joran. Alarm akan berbunyi untuk menandakan adanya ikan yang terkait pada ujung kail. Namun untuk umpan, masih dapat tetap digunakan, karena hal ini berguna untuk memancing para ikan untuk mendekat.
    Alat pancing SmartRod ini menggunakan joran yang panjangnya sekitar 2 meter dan didukung dengan sensor akselerometer yang sangat sensitif. Saat ada seekor ikan yang tersangkut di ujung kail, maka sensor tersebut akan memberitahukan penggunanya melalui alarm yang berbunyi serta lampu menyala-padam seperti riting sehingga penggunanya dapat langsung menarik tali pancing dan ikan dapat segera ditangkap. Sensivitas sensornya dapat diatur sendiri, baik dalam mode low, medium dan High, karena mengingat kebutuhan pemakaian. Tampilan HML akan berkedip hijau setiap 12 detik untuk membritahu Anda mengenai ativitas dibawah air melalui batang aktif pada SmartRod.
    Untuk menyalakan sensivitas SmartRod cukup menekan tombol dan memilih mana opsi sensitivitas Anda inginkan seperti yang telah dijelaskan diatas. Sebagai contoh untuk teknologi yang dipilih pada opsi sensitivitas tinggi, Anda dapat mengetahui ikan meski hanya dengan sedikit sentuhan pada ujung SmartRod. Penggunaan mode pengaturan sensivitas Menengah dan Rendah direkomendasikan untuk situasi area pemancingan yang sedang dilanda angin besar, gelombang, hujan lebat. SmartRod akan kesulitan mendeteksi ikan yang mendekat jika Anda menggunakan sensivitas tinggi pada kondisi tersebut.
    Suara alarm otomatis pada SmartRod dapat berhenti saat penggunanya mulai menggulung reel pancing. Namun, apabila Anda nyaman dengan suara alarmnya ini, Anda dapat memilih mode silent. Beberapa pemancing memang merasa terganggu konsentrasinya saat memancing apabila ada suara-suara lain. Sebagai tambahan, karena alarm ditempatkan di dalam joran, Anda dapat menggunakan jenis reel apa saja, karena SmartRod dibuat agar kompabilitas dengan berbagai aksesoris lain.
    Teknologi digital pada perangkat atau barang elektronik lain umumnya sangat rawan dengan air, namun tidak dengan SmartRod. Jika Anda memancing dalam keadaan hujan tidak menjadi masalah, karena SmartRod didesain dengan bahan yang tahan air.
    SmartRod merupakan alat pancing pertama dunia dengan Joran yang sudah diprogram menggunakan Komputer Teknologi Accelerometer Controlled. Teknologi ini telah dilindungi dengan hak paten dan tersedia pula software utilitasnya. Untuk SmartRod original, desain serta perangkat lunak dan merek dagang mendapat hak cipta. Beberapa kritikus berpendapat bahwa teknologi pole yang bekerja pada SmartRod ini mirip dengan teknologi yang ada pada Nintendo Wii dan iPhone. SmartRod ini juga sangat pas untuk dipakai memancing ikan Europe Carp karena alarm dibuat ke batang tanpa perlu aksesori tambahan atau perangkat lain. Bahkan SmartRod juga bekerja dengan baik untuk pemancing penyandang cacat. Pihak pengembangnya ingin agar orang-orang yang penglihatan dan pendengarannya terganggu dapat menikmati kegiatan memancing tanpa harus kerepotan akan kekurangan mereka.
    Karena merupakan alat pancing degan teknologi canggih pertama di dunia, SmartRod dibanderol dengan harga USD 55 hingga USD 70 sesuai dengan kelengkapan dan ukurannya. Untuk SmartRod termurah tersedia berbagai perlengkapan seperti stainless steel guides , aluminum oxide inserts, Baterai Lithium 2 CR2032 dan Piece medium action. Sedangkan untuk SmartRod termahal, didukung berbagai perlengkapan seperti Spinning Rell dengan desain ball bearing, convertible retrieve kanan/kiri, spooled dengan Red 15 lb test line, Spinning Rod, dan Baterai Lithium 2 CR2032.

    Aplikasi Fishfinder ”Hydro-Acoustic” dan GPS dalam Teknologi Pencarian Ikan




    Global Positioning System (GPS) menyediakan informasi posisi dan waktu secara terus menerus di berbagai tempat di bumi. Karena GPS dapat diakses oleh sejumlah user yang tidak terbatas, maka GPS adalah sebuah sistem yang pasif. Oleh karena itu, user hanya dapat menerima sinyal satelit dengan bantuan GPS receiver.
    Penggunaan teknologi GPS sangat membantu pekerjaan – pekerjaan survey pemetaan, topografi, hydrografi, geologi, land survey, dan juga bisa dimanfaatkan sebagai alat bantu navigasi pencarian ikan. Bahkan ada beberapa tipe GPS yang digunakan untuk hobby. Seperti kegiatan memancing, mendaki gunung, travelling, serta olah raga.

    Gambar 1. Pemanfaatan Hydro-Acoustic dalam Mencari Ikan
    Pada awalnya Acoustic System dikembangkan oleh Inggris pada masa pra-Perang Dunia II (PD II) dengan membuat ASDIC (Anti Sub-marine Detection Investigation Committee) yang terbukti sangat berguna bagi Angkatan Laut Negara-negara Sekutu pada PD II.
    Setelah PD II berakhir, penggunaan akustik semakin berkembang luas untuk tujuan damai dan ilmiah, antara lain digunakan untuk; mempelajari proses perambatan suara pada medium air, penelitian sifat-sifat akustik dan benda-benda yang terdapat pada suatu perairan, komunikasi dan penentuan posisi di kolom perairan.
    Selanjutnya perkembangan akustik semakin pesat pada awal dekade 70-an karena telah ditemukan Echo Integrator yang dapat menghasilkan nilai absolut untuk pendugaan dan estimasi bawah air.
    Hydro-acoustic merupakan suatu teknologi pendeteksian bawah air dengan menggunakan perangkat akustik (acoustic instrument), antara lain; ECHOSOUNDER, FISHFINDER, SONAR dan ADCP (Acoustic Doppler Current Profiler). Teknologi ini menggunakan suara atau bunyi untuk melakukan pendeteksian.
    Sebagaimana diketahui bahwa kecepatan suara di air adalah 1.500 m/detik, sedangkan kecepatan suara di udara hanya 340 m/detik, sehingga teknologi ini sangat efektif untuk deteksi di bawah air.
    Beberapa langkah dasar pendeteksian bawah air adalah adanya transmitter yang menghasilkan listrik dengan frekwensi tertentu. Kemudian disalurkan ke transducer yang akan mengubah energi listrik menjadi suara, kemudian suara tersebut dalam berbentuk pulsa suara dipancarkan (biasanya dengan satuan ping).

    Suara yang dipancarkan tersebut akan mengenai obyek (target), kemudian suara itu akan dipantulkan kembali oleh obyek (dalam bentuk echo) dan diterima kembali oleh alat transducer. Echo tersebut diubah kembali menjadi energi listrik; lalu diteruskan ke receiver dan oleh mekanisme yang cukup rumit hingga terjadi pemprosesan dengan menggunakan echo signal processor dan echo integrator.

    Pemrosesan didukung oleh peralatan lainnya; komputer; GPS (Global Positioning System), Colour Printer, software program dan kompas. Hasil akhir berupa data siap diinterpretasikan untuk bermacam-macam kegunaan yang diinginkan.
    Bila dibandingkan dengan metode lainnya dalam hal estimasi atau pendugaan, teknologi hydro-acoustic memiliki kelebihan, antara lain. Informasi pada areal yang dideteksi dapat diperoleh secara cepat (real time). Dan secara langsung di wilayah deteksi (in situ).
    Kelebihan lain adalah tidak perlu bergantung pada data statistik. Serta tidak berbahaya atau merusak objek yang diteliti (friendly), karena pendeteksian dilakukan dari jarak jauh dengan menggunakan suara (underwater sound).

    Menurut MacLennan and Simmonds (1992) hasil estimasi populasi adalah nilai absolut. Hydro-acoustic dapat digunakan dalam mengukur dan menganalisa hampir semua yang terdapat di kolom dan dasar air, aplikasi teknologi ini untuk berbagai keperluan antara lain adalah; eksplorasi bahan tambang, minyak dan energi dasar laut (seismic survey), deteksi lokasi bangkai kapal (shipwreck location), estimasi biota laut, mengukur laju proses sedimentasi (sedimentation velocity), mengukur arus dalam kolom perairan (internal wave), mengukur kecepatan arus (current speed), mengukur kekeruhan perairan (turbidity) dan kontur dasar laut (bottom contour).
    Saat ini, hydro-acoustic memiliki peran yang sangat besar dalam sektor kelautan dan perikanan, salah satunya adalah dalam pendugaan sumberdaya ikan (fish stock assessment). Teknologi hydro-acoustic dengan perangkat echosounder dapat memberikan informasi yang detail mengenai kelimpahan ikan, kepadatan ikan sebaran ikan, posisi kedalaman renang, ukuran dan panjang ikan, orientasi dan kecepatan renang ikan serta variasi migrasi diurnal-noktural ikan. Saat ini instrumen akustik berkembang semakin signifikan, dengan dikembangkannya varian yang lebih maju, yaitu Multibeam dan Omnidirectional. Perangkat Echosounder memiliki berbagai macam tipe, yaitu single beam, dual beam (http://www.sinarharapan.co.id/berita/0501/19/ipt02.html).

    Metode hydro-acoustic merupakan suatu usaha untuk memperoleh informasi tentang obyek di bawah air dengan cara pemancaran gelombang suara dan mempelajari echo yang dipantulkan. Dalam pendeteksian ikan digunakan sistem hidroakustik yang memancarkan sinyal akustik secara vertikal, biasa disebut echo sounder atau fish finder (Burczynski, 1986).
    Penggunaan metode hydro-acoustic mempunyai beberapa kelebihan (Arnaya, 1991), diantaranya :
    1. berkecepatan tinggi ;
    2. estimasi stok ikan secara langsung dan wilayah yang luas dan dapat memonitor pergerakan ikan ;
    3. akurasi tinggi ;
    4. tidak berbahaya dan merusak sumberdaya ikan dan lingkungan, karena frekwensi suara yang digunakan tidak membahayakan bagi si pemakai alat maupun obyek yang disurvei.
    Penggunaan teknologi ini sangat membantu dalam pencarian sumberdaya ikan yang baru, sehingga akan mempercepat pengambilan keputusan atau kebijakan, terutama untuk menetapkan daerah penangkapan ikan agar potensi ikan dapat dipertahankan (Riani, 1998).
    Keterpaduan semua metode di atas dapat dilakukan dengan adanya kerjasama diantara pihak-pihak terkait. Citra yang diperoleh melalui satelit penginderaan jauh, misalnya dianalisis di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) atau di instansi terkait lainnya. Data yang dihasilkan merupakan informasi dasar terhadap penentuan daerah potensi ikan. Data dan informasi juga dapat diperoleh melalui hasil survei akustik pada perairan yang sama selama beberapa waktu pengamatan, sehingga diharapkan dapat menghasilkan informasi yang lebih akurat tentang keberadaan ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Informasi ini kemudian disampaikan kepada pihak pengguna, misalnya nelayan atau pengusaha penangkap ikan dalam melakukan operasi penangkapan sehingga kapal-kapal ikan dapat begerak ke daerah yang dimaksud, sehingga dengan demikian dapat menekan biaya operasional kapal-kapal tersebut (http://tumoutou.net/3_sem1_012/ke2_012.htm).




    Gambar 2. Hasil Penangkapan Ikan dengan Bantuan Fishfinder dan GPS
    Negara-negara yang maju pada sektor kelautan-perikanan (Norwegia, Jepang, Amerika Serikat, China dan Peru) bergantung pada teknologi akustik ini. Mereka menggunakan untuk melakukan eksplorasi sumberdaya dengan cepat, sehingga dapat mengeksploitasi dengan optimal, efisien dan ekonomis karena biaya eksplorasi yang murah dan waktu eksplorasi yang cukup singkat.

    Selain itu eksploitasi yang dilakukan dapat lebih berwawasan lingkungan, berkesinambungan dan lestari, sebab sudah diketahui dengan jelas berapa potensi sumberdaya yang akan di eksploitasi tersebut, hanya perlu memilih kebijakan apa yang paling tepat untuk pengelolaan yang berkesinambungan dan lestari tersebut.

    Hingga sekarang, teknologi hydro-acoustic ini belum banyak digunakan pada sektor kelautan-perikanan Indonesia, khususnya oleh perusahaan-perusahaan perikanan. Sebaiknya perusahaan-perusahaan tersebut mau memanfaatkan teknologi ini untuk kegiatan eksplorasi yang maksimal dan eksploitasi sumberdaya yang optimal (Donwill Panggabean, 2003).

    Peralatan canggih berupa fish finder dan perlengkapan Global Positioning System (GPS) sebenarnya dapat diterapkan pada nelayan-nelayan yang ada di Indonesia karena hal tersebut dapat memudahkan nelayan mengetahui posisi ikan. Alat tersebut dimungkinkan dapat mengurangi beban nelayan akibat kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang saat ini sedang dirasakan. Bantuan alat fishfinder dan GPS yang diberikan ini bisa mengirit BBM. Mereka hanya akan berlayar ke tempat yang terdapat gerombolan ikan di laut sehingga dapat meningkatkan produk ikan laut yang ada. Fishfinder yang digunakan juga dapat memberikan informasi mengenai suhu, arus, kesuburan klorofil dan lainnya. Sedangkan GPS akan memudahkan nelayan mengetahui koordinat keberadaan kapal mereka saat berlayar. Jelas sekali bahwa peranan atau aplikasi fish finder dan GPS dalam pencarian informasi keberadaan ikan sangatlah penting dan bermanfaat bagi nelayan.

    Pemanfaatan Telematika (Remote Sensing) di Bidang Perikanan

    Sebelum mengenal lebih jauh apa itu remote sensing, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa itu Telematika?.
    Telematika adalah singkatan dari Telekomunikasi dan Informatika. Istilah telematika sering dipakai untuk beberapa macam bidang, sebagai contoh adalah:
    a)      Integrasi antara sistem telekomunikasi dan informatika yang dikenal sebagai Teknologi Komunikasi dan Informatika atau ICT (Information and Communications Technology). Secara lebih spesifik, ICT merupakan ilmu yang berkaitan dengan pengiriman, penerimaan dan penyimpanan informasi dengan menggunakan peralatan telekomunikasi.
    b)      Secara umum, istilah telematika dipakai juga untuk teknologi Sistem Navigasi/Penempatan Global atau GPS (Global Positioning System) sebagai bagian integral dari komputer dan teknologi komunikasi berpindah (mobile communication technology). Secara lebih spesifik, istilah telematika dipakai untuk bidang kendaraan dan lalulintas (road vehicles dan vehicle telematics).
    Jadi telematika itu sendiri dapat diartikan sebagai sistem jaringan komunikasi jarak jauh dengan teknologi informasi yang lebih mengacu kepada industri yang berhubungan dengan penggunakan komputer dalam sistem telekomunikasi. Salah satu contoh telematika yaitu internet.
    Istilah telematika juga sering dipakai untuk beberapa macam bidang, seperti :
    • Integrasi antara sistem telekomunikasi dan informatika yang dikenal sebagai Teknologi Komunikasi dan Informatika atau ICT (Information and Communications Technology). Secara lebih spesifik, ICT merupakan ilmu yang berkaitan dengan pengiriman, penerimaan dan penyimpanan informasi dengan menggunakan peralatan telekomunikasi.
    • Secara umum, istilah telematika dipakai juga untuk teknologi Sistem Navigasi/Penempatan Global atau GPS (Global Positioning System) sebagai bagian integral dari komputer dan teknologi komunikasi berpindah (mobile communication technology).
    • Secara lebih spesifik, istilah telematika dipakai untuk bidang kendaraan dan lalulintas (road vehicles dan vehicle telematics).
    Dalam telematika, ada yang disebut sebagai Computer Vision. Apa itu Computer Vision? Watch and learn.
    Computer Vision adalah ilmu dan teknologi mesin yang melihat, di mana mesin mampu mengekstrak informasi dari gambar yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tertentu. Sebagai suatu disiplin ilmu, visi komputer berkaitan dengan teori di balik sistem buatan bahwa ekstrak informasi dari gambar. Data gambar dapat mengambil banyak bentuk, seperti urutan video, pandangan dari beberapa kamera, atau data multi-dimensi dari scanner medis. Sedangkan sebagai disiplin teknologi, computer vision berusaha untuk menerapkan teori dan model untuk pembangunan sistem computer vision.
    Computer Vision didefinisikan sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana komputer dapat mengenali obyek yang diamati. Cabang ilmu ini bersama Artificial Intelligence akan mampu menghasilkanVisual Intelligence System. Perbedaannya adalah Computer Vision lebih mempelajari bagaimana komputer dapat mengenali obyek yang diamati. Namun komputer grafik lebih ke arah pemanipulasian gambar (visual) secara digital. Bentuk sederhana dari grafik komputer adalah grafik komputer 2D yang kemudian berkembang menjadi grafik komputer 3D, pemrosesan citra, dan pengenalan pola. Grafik komputer sering dikenal dengan istilah visualisasi data.
    Computer Vision adalah kombinasi antara :
    • Pengolahan Citra (Image Processing), bidang yang berhubungan dengan proses transformasi citra/gambar (image). Proses ini bertujuan untuk mendapatkan kualitas citra yang lebih baik.
    • Pengenalan Pola (Pattern Recognition), bidang ini berhubungan dengan proses identifikasi obyek pada citra atau interpretasi citra. Proses ini bertujuan untuk mengekstrak informasi/pesan yang disampaikan oleh gambar/citra.
    Beberapa aplikasi yang dihasilkan dari Computer Vision antara lain :
    1. Psychology, AI
    2. Optical Character Recognition
    3. Remote Sensing
    4. Medical Image Analysis
    5. Industrial Inspection
    6. Robotic
    Baiklah. Setelah berbasa-basi, saatnya menuju topik utama. Topik utama nya adalahRemote Sensing dimana pembahasannya akan lebih dipersempit ke bidang perikanan. Berikut pembahasannya.
    Teknologi Remote Sensing (Penginderaan Jauh / Inderaja) di Bidang Perikanan
    Sebagaimana diketahui bahwa dua pertiga bagian dunia adalah lautan, begitu pula dengan wilayah Indonesia terdiri dari 62% ( ± 3,1 juta km2) berupa laut dan daerah pesisir. Karena negara Indonesia dilalui oleh garis khatulistiwa, mempunyai karakteristik yang unik karena di wilayah perairan tersebut sering terjadi interaksi antara massa air yang datang dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pertemuan massa air dari kedua samudera tersebut terdapat pada daerah-daerah wilayah perairan laut Indonesia.
    Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia menghadapi beberapa kendala, contohnya antara lain kondisi masyarakat pesisir, khususnya nelayan yang masih termarginalkan, adanya gejala overfishing di beberapa wilayah perairan, atau adanya pencurian ikan oleh armada nelayan asing. Dan bila dicari hubungan dari beberapa kasus tersebut tampaknya dapat ditarik benang merah antara kemiskinan nelayan dan gejala overfishing serta pencurian ikan, yang antara lain disebabkan kurangnya informasi atau ketidak tahuan nelayan mengenai daerah-daerah surplus perikanan yang sifatnya sudah tentu sangat seasonable dan conditional. Kurangnya informasi ini menyebabkan terjadinya rutinitas penangkapan ikan pada areal yang sama, sementara di lain tempat nelayan asing yang sudah mempunyai informasi yang handal menangkap ikan di daerah yang surplus yang seharusnya menjadi hak nelayan lokal. Tidak bisa dipungkiri peran iptek sangat kental sekali disini, dimana tanpa adanya dukungan iptek yang handal akan sulit bagi nelayan untuk dapat keluar dari lingkaran kemiskinan yang selama ini mengelilingi mereka. Oleh karena itu, tulisan ini mencoba mengkaji dukungan teknologi yang menyangkut informasi kepada nelayan lokal, sehingga mereka dapat mengetahui dengan pasti wilayah perairan yang surplus ikan.
    Teknologi ini antara lain adalah teknologi penginderaan jauh atau remote sensing, suatu teknologi yang telah banyak digunakan negara-negara maju, seperti armada perikanan jepang, untuk pengelola dan memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan mereka. Teknologi pada dasarnya memanfaatkan gejala alam, yang dengan akal pikiran manusia dapat diterjemahkan ke dalam suatu bentuk iptek (pengetahuan), yang digunakan semaksimal mungkin untuk kesejahteraan umat manusia, khususnya nelayan. Adapun tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat kontribusi fenomena alam pada perkembangan teknologi remote sensing (penginderaan jauh / inderaja), serta bagaimana dukungan teknologi ini terhadap produktivitas perikanan. Karena pada prinsipnya adanya teknologi inderaja ini diharapkan dapat memperluas informasi perikanan kepada nelayan sehingga kesejahteraannya kehidupannya dapat ditingkatkan.
    Dalam kaitannya dengan teknologi inderaja, fenomena merambatnya (propagation) energi matahari ke bumi dan reaksi dari obyek-obyek di bumi terhadap energi matahari tersebut (obyek di bumi dapat memantulkan/reflected, memancarkan/emitted, mengalirkan/transmitted maupun menyerap/ absorbed energi matahari yang datang padanya), menjadi unsur utama yang harus ditelaah dan dapat membuahkan ilmu. Selain itu, angkasa luar beserta fenomenanya, yaitu tidak adanya gaya gravitasi, karakteristik planet-planet di alam semesta maupun perputaran bumi pada porosnya membuat manusia menciptakan satelit yang mengorbit di angkasa luar, sama seperti planet-planet di alam tersebut. Kemudian untuk menghubungkan fenomena energi matahari dengan perkembangan teknologi satelit ini, manusia menciptakan alat optik yang diletakan pada satelit dan dapat merekam energi matahari yang dipantulkan (reflected) , diserap (absorbed) maupun di pancarkan (emitted) oleh obyek-obyek di bumi. Sehingga terjadilah apa yang disebut dengan teknologi inderaja optik (optical remote sensing) yang antara lain dapat menggunakan wahana satelit sebagai sarananya atau dikenal dengan sebutan satellite remote sensing. Fenomena yang terjadi di alam pada dasarnya mengacu pada kaidah bahwa energi matahari yang berinteraksi dengan obyek-obyek di bumi ini berada pada kisaran gelombang elektromagnetik tertentu (sebagaimana dijelaskan pada Gambar 1).
    Dalam perjalanannya, sebagian dari energi ini akan dipantulkan oleh partikel debu maupun molekul air ataupun mengalami refraksi (scattered radiation) pada lapisan atmosfir. Sementara sebagian dapat berinteraksi dengan bumi dan dapat dipantulkan (reflected energy), diserap (absorbed energy), ataupun dialirkan ke lapisan lain (transmitted energy). Data yang dipantulkan obyek di bumi (disebut sebagai nilai reflectance) ini yang direkam oleh sensor pada satelit, dikirim ke stasiun bumi dan diterjemahkan sebagai nilai kecerahan (brightness value) atau nilai digital (digital value) saat disimpan pada computer compatible tape (CCT) untuk pemanfaatan lebih lanjut (lihat Gambar 2).
    Gambar 1. Spektrum Gelombang Elektromagnetik (Lillesand and Kiefer, 1987)
    Dalam perjalanannya, sebagian dari energi ini akan dipantulkan oleh partikel debu maupun molekul air ataupun mengalami refraksi (scattered radiation) pada lapisan atmosfir. Sementara sebagian dapat berinteraksi dengan bumi dan dapat dipantulkan (reflected energy), diserap (absorbed energy), ataupun dialirkan ke lapisan lain (transmitted energy). Data yang dipantulkan obyek di bumi (disebut sebagai nilai reflectance) ini yang direkam oleh sensor pada satelit, dikirim ke stasiun bumi dan diterjemahkan sebagai nilai kecerahan (brightness value) atau nilai digital (digital value) saat disimpan pada computer compatible tape (CCT) untuk pemanfaatan lebih lanjut (lihat Gambar 2).
    Gambar 2. Uraian interaksi obyek-obyek di permukaan bumi dengan gelombang elektromagnetik sehingga dihasilkan citra inderaja
    Energi elektromagnetik yang dipantulkan, diserap, dialirkan maupun di pancarkan ini sifatnya sangat bervariasi tergantung pada karakteristik obyek-obyek di permukaan bumi tersebut. Keadaan ini menunjukan bahwa setiap obyek dibumi mempunyai spectral respond (reaksi spektral) yang berbeda. Hal inilah yang dimanfaatkan dalam sistim inderaja melalui sistim sensor pada satelit yang juga mempunyai spectral sensitivity (kepekaan terhadap spektral) tertentu sebagai dasar terbentuknya data inderaja. Adapun karakteristik spektral dari beberapa unsur-unsur utama di permukaan bumi, yaitu tumbuhan, tanah dan air dapat dilihat pada Gambar 3.
    Gambar 3. Karakteristik spektral reflektansi tanah, air dan vegetasi (Lillesandand Kiefer, 1987)
    Dengan mengacu pada fenomena alam yang menunjukan adanya karakteristik obyek di bumi yang sangat spesifik dalam merespond energi matahari (yang berada pada spektrum elektromagnetik), yang antara lain ditunjukan pada gambar 3. Dapat dilihat peranan spektrum tampak mata (visible spectrum) untuk sumberdaya kelautan, yang ditunjukan oleh kurva reflectancenya pada tubuh air. Spektrum ini mempunyai panjang gelombang berkisar antara 0.4-0.7 um, yang terdiri dari spektrum tampak mata biru (visible blue) dengan panjang gelombang 0.4–0.5 um, spektrum tampak mata hijau (visible green) dengan panjang gelombang 0.5–0.6 um dan spektrum tampak mata merah (visible red) dengan panjang gelombang 0.6–0.7 um (Jensen, 1986; Lillesand and Kiefer, 1987; Swain and Davis, 1978).
    Kemampuan merambat (propagation) di dalam kolom air dari ketiga spektrum tampak mata tersebut dan reaksi spektralnya sangatlah beragam. Gelombang tampak mata biru (visible blue) mempunyai kemampuan rambat yang sangat tinggi, dimana gelombang ini dapat menebus lapisan air sampai ke dalaman 100 m (Nybakken, 1992). Gelombang tampak mata hijau (visible green) mempunyai kemampuan rambat (propagation) yang lebih pendek di dalam tubuh air dibandingkan dengan gelombang tampak mata biru (visible blue). Sedangkan gelombang tampak mata merah (visible red) merupakan gelombang yang terpendek dalam menebus lapisan kolom air. Di dalam kolom air gelombang tampak mata ini akan mengalami absorsi maupun transmisi. Dan apabila gelombang ini berinteraksi dengan materi yang berada di dalam kolom air barulah akan terjadi refleksi yang nilainya akan direkam oleh sensor pada satelit.
    Adapun kaitan antara fenomena alam dari gelombang elektromagnetik ini dengan perikanan pada prinsipnya mengacu pada pangkal dari semua bentuk kehidupan dalam laut, yaitu aktivitas fotosintetik tumbuhan akuatik. Dimana dengan menggunakan bantuan energi cahaya matahari, dapat mengubah senyawa-senyawa anorganik menjadi senyawa organik yang kaya energi dan dapat menjadi sumber makanan bagi semua organisme laut (Nybakken, 1992). Diantara semua tumbuhan akuatik fitoplanktonlah yang mengikat sebagian besar energi matahari, dan menjadi dasar (level pertama) terbentuknya rantai makanan dalam ekosistem bahari, dan sangat penting keberadaannya bagi semua penghuni habitat bahari (Nybakken, 1992; Dupouy, 1991). Pada dasarnya fitoplankton terdiri dari alga yang berukuran mikroskopik yang berisikan pigment fotosintetik berwarna hijau, dan biasa disebut sebagai klorofil (Dupouy, 1991). Klorofil yang berwarna hijau inilah yang pada dasarnya menjadi sumber informasi perikanan laut karena keterkaitannya yang erat dengan produktivitas primer perikanan, sehingga dapat disimpulkan dimana terdapat konsentrasi klorofil yang tinggi disitu terdapat juga konsentrasi biota atau ikan laut yang tinggi.
    Dalam kaitannya dengan inderaja, klorofil merupakan obyek yang mudah dianalisa untuk memprediksi potensi perikanan laut. Karena unsur ini akan menyerap gelombang tampak mata biru dan memantulkan gelombang tampak mata hijau secara kuat. Sehingga ketika terjadi peningkatan kandungan klorofil, dapat dilihat adanya peningkatan energi yang dipantulkan oleh gelombang tampak mata hijau, dan penurunan pantulan gelombang tampak mata biru yang signifikan (Gambar 4)(Swain and Davis, 1978).
    Gambar 4. Spektral reflektans dari air laut dgn konsentrasi klorofil yang berbeda (Swain and Davis, 1978)
    Contoh dari penerapan karakteristik spektrum tampak mata (visible spectrum) untuk memprediksi produktivitas laut (marine productivities) melalui konsentrasi klorofil salah dapat dilihat pada gambar 5. Dimana warna hijau tampak sebagai reaksi dari spektrum tampak mata hijau yang berinteraksi dengan Klorofil dan warna biru merupakan reaksi dari laut yang berinteraksi dengan spektrum tampak mata biru, yang dalam penelitian ini kedua unsur tersebut diberi warna berbeda, yaitu hitam kecoklatan untuk laut dalam, biru untuk konsentrasi klorofil rendah dan hijau untuk konsentrasi klorofil tinggi. Akan tetapi, fitoplankton atau klorofil umumnya hanya menghuni suatu lapisan air permukaan yang tipis dimana terdapat cukup cahaya matahari, dan mempunyai suhu yang relatif homogen. Sedangkan zat hara anorganik yang dibutuhkan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak terletak pada zona fotik yang terdapat jauh dari permukaan dengan suhu yang berbeda jauh (lebih dingin) dengan suhu permukaan. Sehingga dibutuhkan suatu mekanisme untuk mengangkat massa air yang kaya akan hara ini ke permukaan sehingga dapat bercampur dengan massa air permukaan dan dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang (Nybakken, 1992). Dalam hal ini perpindahan massa air ke atas (upwelling), arus-arus divergensi dan arus-arus khusus, yang menyebabkan terjadinya fenomena front dan eddie di laut, dapat memindahkan dan mencampurkan kedua massa air yang berbeda suhu tersebut dengan bantuan kekuatan angin. Upwelling merupakan penaikan massa air laut dingin dan kaya nutrien ke lapisan di atasnya (Longhurst, 1988).
    Gambar 5. Distribusi klorofil pada perairan Nusa Tenggara Timur dengan menggunakan data Modis_Terra (http://www.gsfc.nasa.gov)
    Front merupakan pertemuan dua massa air yang berbeda karakteristiknya, misalnya pertemuan antara massa air laut Jawa yang agak panas dengan massa air Samudera Hindia yang lebih dingin dan ditandai dengan gradient suhu permukaan laut yang sangat jelas pada kedua sisi front (Hasyim dan Salma, 1998). Berikut ini merupakan gambaran dari proses terjadinya upwelling (Gambar 6).
    Gambar 6. Proses terjadinya upwelling dan downwelling
    Umumnya sebaran konsentrasi klorofil-a tinggi di perairan pantai sebagai akibat dari tingginya suplai nutrien yang berasal dari daratan melalui limpasan air sungai, dan sebaliknya cenderung rendah di daerah lepas pantai. Meskipun demikian pada beberapa tempat masih ditemukan konsentrasi klorofil-a yang cukup tinggi, meskipun jauh dari daratan. Keadaan tersebut disebabkan oleh adanya proses sirkulasi massa air yang memungkinkan terangkutnya sejumlah nutrien dari tempat lain, seperti yang terjadi pada daerah upwelling. Sedangkan eddie merupakan gerakan air berpusar searah arus yang disebabkan adanya pertemuan massa air panas dan dingin sehingga dapat tercipta cold ring (cold eddie) dan warm ring (warm eddie) (Gambar 7) (Longhurst, 1988). Upwelling, front dan eddie merupakan perangkap zat hara dari kedua massa air yang berbeda suhu tersebut sehingga dapat merupakan feeding ground bagi jenis-jenis ikan pelagis dan juga dapat menjadi penghalang bagi pergerakan migrasi ikan karena pergerakan airnya yang sangat cepat dan bergelombang besar (Hasyim dan Salma, 1998). Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan stok ikan di ketiga tempat tersebut dan menjadi tempat yang ideal untuk penangkapan ikan jenis pelagis. Dengan demikian suhu dapat menjadi salah satu paramater yang dapat dimanfaatkan oleh sistim inderaja untuk menduga stok ikan, yaitu dengan menggunakan gelombang thermal. Karena obyek di bumi, termasuk tubuh air, juga merupakan sumber radiasi, dimana obyek yang mempunyai suhu di atas nilai absolut 0oC akan memancarkan energi panas ke atmosfir (Lillesand and Kiefer, 1987). Energi inilah yang ditangkap oleh sensor thermal pada satelit untuk diterjemahkan menjadi nilai digital pada citra satelit.
    Gambar 7. Perbedaan eddies pada kedalaman perairan(www.oc.nps.navy.mil)
    Masalah utama yang dihadapi dalam upaya optimalisasi hasil tangkapan kan khususnya ikan pelagis adalah sangat terbatasnya data dan informasi mengenai kondisi oseanografi yang berkaitan erat dengan daerah potensi penangkapan ikan. Armada penangkap ikan berangkat dari pangkalan bukan untuk menangkap tetapi untuk mencari lokasi penangkapan sehingga selalu berada dalam ketidakpastian tentang lokasi yang potensial untuk penangkapan ikan, sehingga hasil tangkapannya juga menjadi tidak pasti. Oleh karena itu, informasi mengenai daerah potensi penangkapan ikan sangat diperlukan dalam pembangunan sektor perikanan, khususnya bagi kegiatan penangkapan ikan. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan survei, eksplorasi dan penelitian-penelitian dengan menelaah karakteristik serta variabilitas dari parameter oseanografi. Pengamatan dan monitoring fenomena oseanografi dan sumberdaya hayati laut memerlukan penggunaan serial data dalam selang waktu observasi tertentu (harian, mingguan, bulanan atau tahunan). Dari citra suhu permukaan laut (SPL) multitemporal dapat diperoleh informasi tentang pola distribusi SPL dan upwelling atau front yang merupakan daerah potensi ikan. Dari citra klorofil-a dapat diperoleh informasi konsentrasi fitoplankton (mg/m3) dengan nilai yang diwakili oleh degradasi warna yang berbeda. Diagram alir untuk analisis daerah potensi perikanan disajikan pada Gambar 8.
    KESIMPULAN :
    Teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu teknologi yang berkembang melalui penelaahan fenomena-fenomena alam dan adanya keinginan untuk memperoleh informasi global mengenai kondisi bumi pada umumnya dan perikanan pada khususnya. Terlebih lagi perikanan laut umumnya mencakup daerah yang luas, remote (jauh) dan sulit diamati manusia tanpa adanya bantuan teknologi. Sehingga dengan mempelajari fenomena alam, pada akhirnya dapat mengembangkan teknologi satelit sebagai salah satu wahana yang dapat digunakan untuk menempatkan sensor inderaja, sehingga dapat diperoleh informasi yang global mengenai kondisi perikanan laut nasional maupun internasional. Teknologi ini dapat menyumbangkan informasi secara kontinu kepada armada nelayan nasional mengenai daerah potensi perikanan tangkap. Dengan kata lain produktivitas perikanan nasional dapat ditingkatkan melalui perkembangkan teknologi ini.
    Sumber :